Jangan Dipikir Bahwa Anak Kedokteran Itu Istimewa

Kira-kira layaknya itulah percakapan yang sering melakukan bersama dengan orang-orang asing yang sekedar ingin mengajak ngobrol di bandara, di terminal atau di ruang tunggu.

 Sekali, dua kali pertama mengalami percakapan layaknya ini aku masih dapat menanggapi bersama dengan senyum manis.

Tapi, sehabis kira-kira 20 kali (dalam kurun kala 6 th. sejak aku lulus jadi  dokter), percakapan macam ini selalu terulang dan terulang lagi.

Saya nyaris selalu dapat menebak bersama dengan pas apa pertanyaan seterusnya yang akan disampaikan di Joki kti kedokteran.

 Ingin rasanya aku merekam jawaban-jawaban aku dan memutarnya andaikata tersedia orang yang menanyakan pertanyaan yang itu-itu lagi. Saya memadai percaya rekan-rekan sesama  dokter terhitung mengalami perihal serupa.

Yang lebih menjengkelkan, seringkali percakapan ini tidak hanya kita dapatkan bersama dengan orang asing, namun lebih-lebih ditanyakan oleh keluarga kita sendiri.

 Mungkin hal-hal layaknya ini yang membawa dampak kita seringkali mendapat cap sombong dari orang lain dikarenakan kita seakan-akan tidak tertarik untuk berkata bersama dengan orang lain.

Setelah merenungkan dan menganalisa lebih lanjut mengapa percakapan serupa ini selalu terulang terus, aku menyimpulkan bahwa perihal ini disebabkan dikarenakan kurangnya pemahaman penduduk perihal jenjang pendidikan  dokter umum.

Oleh dikarenakan itu, demi kebaikan bersama, aku akan jelaskan apa-apa saja yang kudu kami, para dokter umum, lalui untuk mendapatkan gelar dokter kita dan dapat berpraktek sendiri. Saya akan berusaha menjelaskannya sesederhana mungkin.

Pertama, yang kudu diketahui sebagai prinsip awal adalah bahwa  dokter umum tidak sama dari dokter gigi.  Dokter umum dan dokter gigi udah mengambil dua jurusan yang tidak sama sejak dari awal kuliah. Kami lebih-lebih tidak berada di fakultas yang sama. Pendidikan dokter umum berada di bawah Fakultas Kedokteran kala pendidikan dokter gigi berada di bawah Fakultas Kedokteran Gigi.  Dokter gigi bukanlah dokter umum yang mengambil spesialis gigi.

Dokter umum memiliki spesialisasinya sendiri dan  dokter gigi pun demikian. Pemahaman dokter umum seputar gigi dapat dikatakan nyaris serupa bersama dengan penduduk awam, demikian pula sebaliknya.

Dokter umum atau dokter spesialis biasa menyebut dirinya “dokter”, kala dokter gigi atau dokter gigi spesialis menyebut dirinya “dokter gigi”.

Jadi, andaikata tersedia  dokter menjawab bahwa “Saya adalah dokter,” sebaiknya Anda tidak kudu menanyakan lagi apakah dokter umum atau dokter gigi.

Kedua, aku akan mengatakan sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran. Sebelumnya, aku akan menceritakan sedikit perihal diri saya.

Saya mengawali kuliah kedokteran aku th. 2005, lulus dokter th. 2010, namun aku belum dapat berpraktek independent dikarenakan aku masih kudu merintis 1 th. masa internship.

Tahun 2011 aku lulus internship dan aku udah dapat berpraktek mandiri. Tahun 2005 dapat dikatakan sebagai angkatan peralihan dari sistem pendidikan  dokter yang lama jadi sistem berbasis kompetensi.

Oleh dikarenakan itu, aku akan membagi penjelasan ini jadi dua bagian, masa sebelum angkatan aku dan masa sehabis angkatan saya, untuk memudahkan.

Sebelum angkatan saya, jenjang pendidikan  dokter adalah sebagai berikut: kita akan merintis masa perkuliahan teori selama 4 tahun, sehabis lulus kita akan diwisuda, lulus bersama dengan gelar S.Ked dengan kata lain Sarjana Kedokteran, mendapatkan ijazah sarjana.

Gelar ini dapat dijadikan referensi kerja di bidang medis yang tidak melibatkan pasien di dalamnya, andaikata medical representative di perusahan farmasi.

Gelar ini tidak dapat digunakan untuk berpraktek sendiri dan kita pun belum berhak menyebut diri kita sebagai dokter.

Setelah mendapat gelar ini, kita dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan profesi selama 2 th. atau yang lebih dikenal oleh penduduk awam sebagai co-ass. Selama 2 th. ini, perkuliahan teori udah amat minimal, pendidikan lebih mengarah terhadap pemahaman praktis bersama dengan segera berhadapan bersama dengan pasien.

Dalam sistem ini pun kita belum berhak menyebut diri kita sebagai  dokter walau dikala kita di RS kita dikehendaki melayani pasien bersama dengan standar seorang  dokter, kita belum berhak mengambil ketentuan medis sendiri, segala yang kita melakukan kudu dikonsultasikan dahulu bersama dengan senior kami. Di beberapa kampus kata “co-ass” diganti bersama dengan “dokter muda/DM”.

Istilah inilah yang seringkali jadi kebingungan bagi masyarakat.  Dokter muda dapat artinya co-ass (alias belum dokter) atau dokter umum yang udah lulus namun masih berusia muda.

 Bila Anda menemukan makna ini, silakan mengkonfirmasi bersama dengan pihak yang bersangkutan.

Setelah menyelesaikan pendidikan profesi ini, kita disumpah jadi seorang dokter dan kita pun formal menyandang gelar dokter (dr.) dan gelar S.Ked yang sebelumnya tertera di belakang nama kita dihilangkan.

Setelah mendapatkan ijazah  dokter kami, kita kudu melapor ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) kami. STR inilah yang lantas jadi referensi kita andaikata kita ingin berpraktek di suatu tempat. Semua  dokter yang udah memiliki STR berhak berpraktek mandiri, jadi pegawai kontrak atau PTT atau apapun. STR kudu diperbaharui tiap tiap 5 th. andaikata yang perihal masih ingin berpraktek sebagai dokter.

STR inilah yang sering disalahartikan oleh penduduk sebagai SIP (Surat Ijin Praktek). STR tidak sama bersama dengan SIP. SIP dibikin sehabis seorang dokter menemukan daerah untuk berpraktek. Untuk membawa dampak SIP, dokter kudu melampirkan STR.

Pada masa sehabis angkatan saya, pendidikan  dokter diubah jadi sistem berbasis kompetensi sebagai berikut: perkuliahan teori 3,5 tahun, lulus diwisuda bersama dengan gelar S. Ked., lantas melanjutkan pendidikan profesi atau co-ass selama 1,5 tahun, lulus dan disumpah bersama dengan gelar dokter. Selanjutnya di sinilah perbedaannya, terhadap poin ini kita hanya mendapatkan STR kala atau STR internship, artinya kita hanya boleh berpraktek sebagai  dokter internship, tidak boleh berpraktek mandiri/ atau bekerja di insitusi lain tak sekedar didalam program internship.

 Dokter internship adalah dokter magang, keterangan lebih jelasnya silakan menanyakan terhadap menteri kesehatan, dikarenakan aku sendiri tidak cukup menyadari bersama dengan sistem yang absurd ini. Kami kudu merintis program internship selama 1 th. di suatu daerah (proses penentuan daerah pun berganti-ganti tiap tahun). Setelah kita selesai merintis program ini barulah kita dapat mendapatkan STR kita yang sesungguhnya, yang dapat kita menggunakan untuk berpraktek mandiri.

Sebelum angkatan saya, program PTT (Pegawai Tidak Tetap) merupakan program kudu dari pemerintah, rentang waktunya berganti-ganti sesuai bersama dengan kebijakan menteri kesegaran yang menjabat terhadap kala itu. Sesudah angkatan saya, program PTT udah tidak diwajibkan lagi, namun tidak dihilangkan. Artinya tiap tiap  dokter berhak mendaftar atau melamar untuk bekerja sebagai  dokter PTT.

 Dokter yang tidak PTT bebas bekerja di mana pun terhitung berpraktek pribadi lebih-lebih boleh segera mendaftar untuk pendidikan spesialis. Jadi bagi saudara-saudara yang masih menanyakan soal kewajiban PTT, tolong segera move on, program PTT udah tidak kudu bagi dokter selama lebih dari 10 tahun. Untuk mendaftar di program PTT ini, dokter pelamar kudu melampirkan STR sebagai tidak benar satu syaratnya. Artinya hanya seseorang yang udah lulus dokter dan teregistrasi yang dapat jadi dokter PTT.

Info terbaru, program PTT udah ditiadakan dan diganti bersama dengan program Nusantara Sehat.

Demikian penjelasan dari saya, semoga dapat mencerahkan sahabat-sahabat Hipwee sekalian. Sekali-sekali tanyalah kepada kita perihal hal-hal menarik dari profesi atau senang duka kita jadi  dokter, daripada hanya menanyakan pertanyaan yang mainstream dan membosankan.